Rabu, 06 Mei 2009

The Die Of Change


Matinya Perubahan. Mencoba melihat, mencermati dan mendalami peristiwa yang terjadi belakangan ini. Terutama kasus Antasari.

Masih ingat MUNIR. Sosok ringkih untuk rata-rata orang Arab. Yang dengan lantang memperjuangkan Hak atas terjadinya Kekerasan terhadap warga ( aktivis ) indonesia oleh penguasa. Atau MARSINAH, wanita berhati baja yang dengan nyawanya ia perjuangkan hak buruh di negeri ini. Dan, tentu belum lupa diri kita akan para Tokoh Petisi 50.

Untuk kelas dunia tentu kita tahu Martin Luther King, Abraham Lincoln dan Gandhi. Mereka semua mati ditembak. Nyawa dan kebebasan taruhannya untuk sebuah Perubahan. Mereka adalah Martir Perubahan, AGENT OF CHANGE.

Kembali ke masalah yang sementara ini sedang melanda negeri ini. Di mana Reformasi yang dengan gegap gempita diusung memakan korban tak sedikit. Tragedi Trisakti, juga Tragedi Semanggi. Itu belum korban yang berjatuhan dalam Mei kelabu. Harta, benda bahkan Nyawa mereka korbankan, untuk Perubahan.

Lalu berhasilkah. Ternyata belum. Masih terlalu sedikit perubahan itu mengena, dan begitu banyak sisi-sisi kehidupan di Negeri ini yang harus dirubah. Memang nyata terlihat, walau Reformasi telah betgulir, Korupsi masih marak terjadi. Bahkan bukan ditingkat pusat saja, dengan Otonomi Daerah Korupsi merajalela hingga kepelosok negeri.

Miris, karena lembaga yang harusnya menangani persoalan ini tak berdaya. Maka begitu bersyukur ketika KPK lahir. Walau dengan Pro Kontra di sana-sini. Wajar sebuah perubahan pasti ada penentangan. Ada yang tak suka bahkan sakit hati. Terlebih ketika penentuan sang ketua menggelinding. Bahkan ICW kala itupun dengan keras menentang Antasari Azhar.

Pelan, bahkan bisa dibilang Cepat. KPK dibawah komando Antasari Azhar menggebrak. Ia menjadi maskot Agent Of Change. Lembaga yang tadinya tak tersentuh ( Dpr/Mpr ) ia
obrak-abrik, dari Pusat hingga daerah ia Momok bagi Pelaksana Pemerintah dan Rekanannya.

Tapi ingat, setiap Perubahan ada Pertentangan. Munir diracun di belanda, Marsinah dibunuh, Antasari ???. Kita tunggu saja. Ada berbagai skenario yang mengemuka di masyarakat. Memang Antasari bersalah karena urusan Wanita, katanya. Dan untuk masalah inipun Sejarah telah mencatat. Betapa banyak Tokoh yang mampu menggoncangkan Dunia dengan Sepak terjangnya jatuh tersungkur disudut kerling wanita. Ken Arok tertatih di pelukan Ken Dedes. Yulius Caesar dengan Cleopatra, atau Soekarno dengan Gadis Jepangnya, dan yang terbaru mungkin Bill Clinton dengan Monica Lewinsky.

Antasari terjatuh karena memang takluk sebagai pria, atau mungkin dijebak untuk jatuh karena ia berbahaya untuk kemapanan. Ia adalah Agent Of Change, martir perubahan. Hanya sejarah yang bisa menjawab. Tapi yang pasti 200 juta putra-putri Negeri Indonesia berharap yang terbaik untuk Bangsa ini.

Jumat, 01 Mei 2009

Buruh Sejahtera ???, Mungkinkah.

Ada Obrolan Hangat dipagi ini. Di teras Warung istriku yang sederhana, dan namanyapun Warung Sederhana.
Pelangganyapun dari kalangan bawah yang sudah tentu sederhana pula, begitupun obrolan mereka. Bahasa sederhana, khas kalangan bawah. Kaum buruh, ya buruh kofeksi, sablon dan percetakan.

Ada satu kalimat yang sangat menggelitik, hingga membuat aku yang juga dari kalangan sederhana ini berani menulis di Blog yang notabene untuk kalangan menengah atas.
" Negorone mbulet. Ragenah bogol karo Pucuke ".
" Ha...ah.., Penguasane podo kemaruk.
Moso Pemerentah karo depe-ere isine pengusaha.
Pengusaha kan nglurune untung.
Ragelem Rugi.
Padahal nek arep bener ngurusi rakyat yo kudu gelem rugi."
( "Negaranya Mbulet. Gak ketahuan Pangkal dan Ujungnya".
"Ha...ah.., Penguasanya Semua serakah.
Masak Pemerintah dan DPR-nya diisi Pengusaha.
Pengusaha kan carinya untung.
Tidak mau rugi.
Padahal kalau mau ngurusin Rakyat ya harus mau rugi." )

Obrolan sederhana. Keluarpun dari mulut sederhana, yang tiap hari hanya makan dengan menu sederhana. Tahu, tempe paling mewah Telor atau daging Ayam seminggu sekali bila pas gajian mingguan. Pendidikanpun hanya sebatas tingkat dasar. Tapi hebatnya justru sebuah Teori sebab akibat telah dilontarkan dengan sempurna. Walau dengan kalimat sederhana minim istilah tinggi, tanpa thesis tanpa teori.

Dan ternyata memang benar. Coba kita cermati satu-persatu penghuni Gedung DPR/MPR, lalu mereka yang duduk di kursi Kabinet. Pemimpin Negaranya, Gurbernurnya, Bupatinya, ternyata banyak yang berlatar belakang Pengusaha. Dan yang parah masih banyak yang aktif mengelola usahanya.

Disinilah benang kusut Kesemrawutan itu bermula. Ketika seorang usahawan memutuskan untuk menjalankan usaha, ia mulai dengan hitung-hitungan untung rugi. Berapa modal yang harus dikeluarkan, berapa untung yang kelak dapat ia peroleh. Belum lagi Pengusaha besar yang bidang usahanya bersentuhan langsung dengan kebijakan Pemerintahan. Ia masuk dalam bidang politik dengan maksud memperjuangkan kepentingan usahanya, bukan kepentingan rakyat.
Tak sedikit Kebijakan baik itu Peraturan Pemerintah dari Pemerintah baik pusat atau daerah, atau Undang-undang yang dihasilkan dewan yang jauh dari Keinginan rakyat.

Ambil contoh masalah UMR, mumpung masih hari Buruh. Jangan pernah bermimpi UMR akan layak bahkan untuk ukuran orang paling sederhana sekalipun. Karena apa ?, karena pengambil Kebijakan adalah pengusaha yang telah nongkrong di Dewan. Atau paling tidak anggota dewan yang telah dibiayai oleh Pengusaha. Sampai putus urat leher para buruh berteriak tak akan pernah Upah buruh menjadi layak. Karena mereka tak mau Rugi.

Dan kalau lebih jeli lagi, Kebijakan yang katanya pro Rakyatpun sebenarnya tak lebih dari Model Dagang. BLT, RASKIN, JPS dan lainnya. Itu hanya sebuah Bonus bohong. Pernah lihat Obral, berbagai tambahan bonus diberikan tapi Ujungnya Pembeli tetap membeli dengan mahal karena Harga sesungguhnya telah dinaikkan dan bonusnyapun sesungguhnya barang tak berguna.

Betapa Lumpur Lapindo rasanya cukup membuat melek bahkan orang buta sekalipun. Tapi karena hitung-hitungan untung rugi, pemerintah sengaja tak berdaya. Dan yang pasti karena Pengusahanya telah duduk manis di Kursi Terhormat. Maka dengan Pongahnya mereka berlindung dibelakang kata sakral, Negara.

Maka Hai Rakyat kecil, Kaum buruh, warga pinggiran ( termasuk kita nggak ya ??? ).
Jangan mau jadi korban Iklan para Politikus Pengusaha. Karena yang mereka berikan adalah Bagian biaya produksi, dan akan ia perhitungkan dikemudian hari. Bila kau lengah, jangan harap mendapat layanan murah. Karena untuk mendapat Kavling kios di Senayan telah berjuta bahkan milyar ia keluarkan.