Kamis, 30 April 2009

Jumat, 24 April 2009

Elegi Manohara. Potret Indonesia dimata Malaysia.


Beberapa hari ini, berita entertaiment begitu penuh sesak dengan berita manohara. Hingga rasanya gatal juga jemari ingin menulis tentangnya.

Ada keraguan pertama kali ketika jemari ingin menyentuh keyboard. Jangan-jangan aku salah memprediksi. Aku takut menghakimi, walau hanya dalam tulisan. Tapi bukankah tulisan lebih tajam dari pedang paling tajam di dunia ( kata seorang Bloger ).

Jujur semula aku muak dengan berita ini. Tentang seorang gadis 15 tahun yang dinikahkan dengan seorang Pangeran negeri Jiran. Terbersit fikiran maruk akan orangtua manohara akan harta, hingga anak seusia itu rela ( ??? ) dinikahkan dengan seseorang yang usianya lebih tua. Motif apa lagi kalau bukan kemapanan, harta.

Tapi mencermati kelanjutan berita, okelah kalau kemapanan atau harta. Itu pasti sudah didapatkan. Yang jadi masalah sekarang kenapa hubungan ibu dan anak seakan sengaja di halang-halangi. Ada apa dibalik semua ini. Pasti ada yang disembunyikan tentu.

Bisa karena Manohara yang menurut pengakuan ibunya merasa di aniaya hak-haknya, bahkan ada berita disilet. Atau pelecehan seksual yang dilakukan sang Pangeran hingga seorang DR. Naek L. Tobing-pun angkat bicara. Itu mungkin, hingga ada kekwatiran yang sangat besar bila Manohara bertemu dengan ibunya maka aib itu akan terkuak dan tercorenglah nama baik Kerajaan Diraja Malaysia.

Atau bahkan bisa saja maruknya Sang ibu hingga ada berita tentang permintaan sebuah Apartemen dan Mobil mewah sebagai syarat kembalinya manohara ketika pernah terjadi pertengkaran kecil yang berujung berangkat Umrohnya mereka sekeluarga. Mungkin Keluarga kerajaan sudah terlalu muak dengan kemarukan ini hingga mencegah bertemunya ibu dan anak.

Itu kemungkinan diatas sejuta kemungkinan. Yang membuatku tak habis fikir dan terbakar Emosi adalah, tanggapan Keluarga Kerajaan atas peristiwa ini.

Setelah dengan seriusnya keluarga Manohara di Indonesia dengan melibatkan Lembaga Advokasi dan Instansi terkait. Mereka hanya menjawab lewat orang-orang yang tak berkompeten. Pertama muncul seorang sahabat sang Pangeran dari Jambi. Itu tak mengapa.

Tapi terakhir, Seorang wanita Indonesia yang menjadi Pembantu di sana diutus menjadi duta untuk menyelesaikan masalah seserius ini. Dagelan macam apa ini. Sedetik ada rasa bangga, Wah Pembantu jadi Duta. Tapi sedetik kemudian Amarah membara. Sekecil itukah Malaysia memandang Indonesia. Hingga untuk masalah seserius ini hanya Pembantu yang mereka kirim.

Ini adalah Pelecehan Bangsa. Setelah berbagai tindakan mereka atas berjuta TKI dan TKW kini Manohara bukti nyata arogansi Malaysia atas Indonesia. Lalu apa tindakan Kita???.

Sabtu, 04 April 2009

POLITIK ? bosen.


Empat hari lagi sebuah pesta akan digelar oleh Bangsa ini. Sebuah pesta super megah dengan biaya Trilyunan rupiah dan undangan ratusan juta yang disebar.

Ya Pemilu. Dulu Coblos, sekarang Contreng. Beda ya ?. Caranya ia. Tapi sama pada akhirnya. Jangan-jangan sama pula orang-orangnya. Repot.

Entah kenapa gegap gempita itu terlihat semu dimataku. Apalagi kalau harus menggugah dan menyeret isi benakku rasanya jauh. Kurang apakah mereka, para penggagas pesta. Umbul-umbul telah dipasang. Segala "uborampe" telah tertata rapih, bahkan mewah. Tapi entah. Semuanya hambar.

Tak ada lagi semangat menggelegak di dada teriakkan, " MERDEKA !!! ". Atau darah mendidih ketika gambar partai idola tersobek. Dimana kini semangat juang hingga rela berkorban segalanya untuk partai tercinta. Entahlah.

Wah..., mungkin kamu telah dewasa dalam politik. Hingga bisa lebih bijak meredam emosi. TIDAK JUGA. Atau karena kau terlalu repot dengan kerja. NGGAK JUGA.

Yang pasti, aku jenuh, kesel, bosen.
Dari waktu-kewaktu selalu sama. Seperti dagelan sinetron ganti kostum dan latar, sedang cerita dan Pemainnya tetap sama. Dengan tingkah piciknya. Dengan sifat maruknya.

Siap Nyontreng ya. Kata tetanggaku. Ah entahlah., Eh garansi gak ???? Apanya.
Janji-janjinya.

Kamis, 02 April 2009

Riak Jiwa


Riak Jiwa adalah sebuah letupan Ekspresi.
Sebuah semangat yang coba menyeruak, teriak atas apa yang terjadi di Sekitar.
Teriak akan ketidak adilan, akan dosa manusia atas manusia.
Teriak akan kegetiran, atas ketakberdayaan.

Walau hanya lewat jemari lemah.
Namun tak apa, lebih baik daripada tanpa kata.

Lebih baik kata tidak tertulis,
daripada lisan Iya tapi batin menderita.